Istilah bioinformatics mulai
dikemukakan pada pertengahan era 1980-an untuk mengacu pada penerapan komputer dalam biologi. Namun, penerapan bidang-bidang
dalam bioinformatika (seperti pembuatan basis data dan pengembangan algoritme untuk analisis sekuens biologis)
sudah dilakukan sejak tahun 1960-an.
Kemajuan teknik biologi molekular dalam mengungkap sekuens biologis dari
protein (sejak awal 1950-an) dan asam nukleat (sejak 1960-an) mengawali perkembangan basis
data dan teknik analisis sekuens biologis. Basis data sekuens protein mulai
dikembangkan pada tahun 1960-an di Amerika Serikat, sementara basis data sekuens DNA dikembangkan
pada akhir 1970-an di Amerika Serikat dan Jerman (pada European Molecular Biology Laboratory,
Laboratorium Biologi Molekular Eropa).
Penemuan teknik sekuensing DNA yang lebih cepat pada
pertengahan 1970-an menjadi landasan terjadinya ledakan jumlah sekuens DNA yang
berhasil diungkapkan pada 1980-an dan 1990-an, menjadi salah satu pembuka jalan bagi proyek-proyek
pengungkapan genom, meningkatkan kebutuhan akan pengelolaan dan analisis
sekuens, dan pada akhirnya menyebabkan lahirnya bioinformatika.
Perkembangan Internet juga mendukung berkembangnya bioinformatika.
Basis data bioinformatika yang terhubung melalui Internet memudahkan ilmuwan
mengumpulkan hasil sekuensing ke dalam basis data tersebut maupun memperoleh
sekuens biologis sebagai bahan analisis. Selain itu, penyebaran program-program aplikasi bioinformatika melalui Internet
memudahkan ilmuwan mengakses program-program tersebut dan kemudian memudahkan
pengembangannya.
Kelahiran
Bioinformatika modern tak lepas dari perkembangan bioteknologi di era tahun
70-an, dimana seorang ilmuwan AS melakukan inovasi dalam mengembangkan
teknologi DNA rekombinan. Berkat penemuan ini lahirlah perusahaan bioteknologi
pertama di dunia, yaitu Genentech di AS, yang kemudian memproduksi protein
hormon insulin dalam bakteri, yang dibutuhkan penderita diabetes. Selama ini
insulin hanya bisa didapatkan dalam jumlah sangat terbatas dari organ pankreas
sapi. Bioteknologi modern ditandai
dengan kemampuan pada manipulasi DNA. Rantai/sekuen DNA yang mengkode protein
disebut gen. Gen ditranskripsikan menjadi mRNA, kemudian mRNA ditranslasikan
menjadi protein. Protein sebagai produk akhir bertugas menunjang seluruh proses
kehidupan, antara lain sebagai katalis reaksi biokimia dalam tubuh (disebut
enzim), berperan serta dalam sistem pertahanan tubuh melawan virus, parasit dan
lain-lain (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki (otot
terbentuk dari protein actin, myosin, dan sebagainya) sampai ujung rambut
(rambut tersusun dari protein keratin), dan lain-lain. Arus informasi, DNA
-> RNA -> Protein, inilah yang disebut sentral dogma dalam biologi
molekul.
Penerapan Bioinformatika
· Bioinformatika dalam Bidang Klinis
Bioinformatika dalam bidang klinis
sering disebut sebagai informatika klinis (clinical informatics). Aplikasi dari
informatika klinis ini berbentuk manajemen data-data klinis dari pasien melalui
Electrical Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh Clement J. McDonald dari
Indiana University School of Medicine pada tahun 1972. McDonald pertama kali
mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien penyakit gula (diabetes). Sekarang EMR
ini telah diaplikasikan pada berbagai penyakit. Data yang disimpan meliputi
data analisa diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran, foto rontgen,
ukuran detak jantung, dan lain lain. Dengan data ini dokter akan bisa menentukan
obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu dan lebih jauh lagi, dengan
dibacanya genom manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit genetik
seseorang, sehingga penanganan terhadap pasien menjadi lebih akurat
·
Bioinformatika untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru
Bioinformatika juga menyediakan tool
yang sangat penting untuk identifikasi agent penyakit yang belum dikenal
penyebabnya. Banyak sekali penyakit baru yang muncul dalam dekade ini, dan
diantaranya yang masih hangat adalah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).
Pada awalnya, penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh virus influenza karena
gejalanya mirip dengan gejala pengidap influenza. Akan tetapi ternyata dugaan
ini salah karena virus influenza tidak terisolasi dari pasien. Perkirakan lain
penyakit ini disebabkan oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari
beberapa pasien. Tapi perkiraan ini juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari
sebagian besar pasien SARS terisolasi virus Corona jika dilihat dari
morfologinya. Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari hasil analisa
dikonfirmasikan bahwa penyebab SARS adalah virus Corona yang telah berubah
(mutasi) dari virus Corona yang ada selama ini. Dalam rentetan proses ini,
Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama pada proses pembacaan genom
virus Corona. Karena di database seperti GenBank, EMBL (European Molecular
Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan) sudah tersedia data
sekuen beberapa virus Corona, yang bisa digunakan untuk mendisain primer yang
digunakan untuk amplifikasi DNA virus SARS ini. Software untuk mendisain primer
juga tersedia, baik yang gratis maupun yang komersial. Contoh yang gratis
adalah Webprimer yang disediakan oleh Stanford Genomic Resources
(http://genome-www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer), GeneWalker yang
disediakan oleh Cybergene AB (http://www.cybergene.se/primerdisain/genewalker),
dan lain sebagainya. Untuk yang komersial ada Primer Disainer yang dikembangkan
oleh Scientific & Education Software, dan software-software untuk analisa
DNA lainnya seperti Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA STAR Inc.),
Genetyx (GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dan lain lain.
Kedua pada proses mencari kemiripan
sekuen (homology alignment) virus yang didapatkan dengan virus lainnya. Dari
hasil analisa virus SARS diketahui bahwa genom virus Corona penyebab SARS
berbeda dengan virus Corona lainnya. Perbedaan ini diketahui dengan menggunakan
homology alignment dari sekuen virus SARS. Selanjutnya, Bioinformatika juga
berfungsi untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus berbeda dengan virus
lainnya.
·
Bioinformatika untuk Diagnosa Penyakit Baru
Untuk menangani penyakit baru
diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat dibedakan dengan penyakit lain.
Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk pemberian obat dan perawatan
yang tepat bagi pasien. Ada beberapa cara
untuk mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent penyebab penyakit
tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari
infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi
gen dari agent pembawa penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction
(PCR). Teknik yang banyak dan lazim
dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini sederhana, praktis dan cepat.
Yang penting dalam teknik PCR adalah disain primer untuk amplifikasi DNA, yang
memerlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan software seperti
yang telah diuraikan di atas. Disinilah
Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA,
harus dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih
dahulu dengan menggunakan enzim reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh
baru dilakukan PCR. Reverse transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus
dan biasanya dinamakan RT-PCR. Teknik PCR ini bersifat kualitatif, oleh sebab
itu sejak beberapa tahun yang lalu dikembangkan teknik lain, yaitu Real Time
PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan
kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi
tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR ini selain primer diperlukan probe
yang harus didisain sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga
diperlukan software atau program Bioinformatika.
·
Bioinformatika untuk Penemuan Obat
Cara untuk menemukan obat biasanya
dilakukan dengan menemukan zat/senyawa yang dapat menekan perkembangbiakan
suatu agent penyebab penyakit. Karena perkembangbiakan agent tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor, maka faktor-faktor inilah yang dijadikan
target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk perkembangbiakan
suatu agent Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa struktur dan fungsi
enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang dapat
menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut. Analisa struktur dan fungsi enzim ini
dilakukan dengan cara mengganti asam amino tertentu dan menguji efeknya.
Analisa penggantian asam amino ini dahulu dilakukan secara random sehingga
memerlukan waktu yang lama. Setelah Bioinformatika berkembang, data-data
protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun, baik data sekuen asam
amino-nya seperti yang ada di SWISS-PROT (http://www.ebi.ac.uk/swissprot/)
maupun struktur 3D-nya yang tersedia di Protein Data Bank (PDB)
(http://www.rcsb.org/pdb/). Dengan database yang tersedia ini, enzim yang baru
ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga bisa diperkirakan
asam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan kestabilan enzim
tersebut. Setelah asam amino yang berperan sebagai active site dan kestabilan
enzim tersebut ditemukan, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang dapat
berinteraksi dengan asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka
dapat dilihat struktur 3D suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa
diperkirakan bentuk senyawa yang akan berinteraksi dengan active site tersebut.
Dengan demikian, kita cukup mensintesa senyawa yang diperkirakan akan
berinteraksi, sehingga obat terhadap suatu penyakit akan jauh lebih cepat
ditemukan. Cara ini dinamakan “docking” dan telah banyak digunakan oleh
perusahaan farmasi untuk penemuan obat baru. Meskipun dengan Bioinformatika ini
dapat diperkirakan senyawa yang berinteraksi dan menekan fungsi suatu enzim,
namun hasilnya harus dikonfirmasi dahulu melalui eksperimen di laboratorium.
Akan tetapi dengan Bioinformatika, semua proses ini bisa dilakukan lebih cepat
sehingga lebih efisien baik dari segi waktu maupun finansial.
Tahun 1997, Ian Wilmut dari Roslin
Institute dan PPL Therapeutics Ltd, Edinburgh, Skotlandia, berhasil mengklon
gen manusia yang menghasilkan faktor IX (faktor pembekuan darah), dan
memasukkan ke kromosom biri-biri. Diharapkan biri-biri yang selnya mengandung
gen manusia faktor IX akan menghasilkan susu yang mengandung faktor pembekuan
darah. Jika berhasil diproduksi dalam jumlah banyak maka faktor IX yang
diisolasi dari susu harganya bisa lebih murah untuk membantu para penderita
hemofilia.
Sumber
Bioinformatika. (2020, Mei
7). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada 12:27, Mei 7, 2020, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bioinformatika&oldid=16907443
D. A. Aprijani, M. A. Elfaizi (2004). BIOINFORMATIKA:
Perkembangan, Disiplin Ilmu dan Penerapannya di Indonesia. Diakses pada 15:00,
Juli 9, 2020. https://ftp.gunadarma.ac.id/linux/docs/v06/Kuliah/SistemOperasi/2003/50/Bioinformatika.pdf
Utama, Andi (2003), Peranan Bioinformatika dalam Dunia Kedokteran,
http://ikc.vlsm.org/populer/andi-bioinformatika.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar