Partisipasi Politik Pemuda Dalam Pilkada Bekasi
I.
Permasalahan Pemuda
Princeton mendefinisikan
kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai “the time of life between
childhood and maturity; early maturity; the state of being young or immature or
inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young person”.
Sedangkan dalam kerangka
usia, WHO menggolongkan usia 10 – 24 tahun sebagai young people, sedangkan
remaja atau adolescence dalam golongan usia 10 -19 tahun. Jadi pemuda identik sebagai
sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai karakter khas yang spesifik
yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dsb.
Kelemahan mecolok dari
seorang pemuda adalah kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan
pemuda yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa
perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri.
Secara umum, beberapa
permasalahan yang mungkin dialami oleh Pemuda di Indonesia dapat kita uraikan
sebagai berikut:
·
Penurunan jiwa idealisme, nasionalisme, dan
patriotisme
·
Keragu-raguan dalam menentukan jalan yang
akan diambil (mengambil keputusan)
·
Pergaulan bebas, dan kenakalan remaja
·
Penyalah gunaan obat obat terlarang
·
Kebutuhan akan figur teladan
·
Sikap apatis
·
Kecemasan dan kurangnya hargadiri
·
Ketidakmampuan untuk terlibat
II.
Menurunnya rasa idealisme, nasionalisme,
patriotisme dan kemunculan sifat apatis Pemuda Indonesia
Apatisme adalah kata
serapan dari Bahasa Inggris, yaitu apathy. Kata tersebut diadaptasi
dari Bahasa Yunani, yaitu apathes yang secara harfiah berarti
tanpa perasaan.
Definisi apatisme, yaitu
hilangnya simpati, ketertarikan, dan antusiasme terhadap suatu objek. Apatisme Politik muncul
karena meningkatnya Kelelahan Politik (Political Fatique).
Penyebab utamanya adalah
tidak terselesaikannya berbagai kasus yang pernah mendapat perhatian dan
sorotan publik : misalnya skandal Bank Century, kasus manipulasi pajak Gayus
Tambunan, dan juga kasus kekerasan terhadap aktivis IndonesiaCorruption
Watch. Atau dengan kata lain Gone With The Wind (Berlalu
Bersama Angin). Penyebab lainnya yaitu politik dibangun dengan modal dengkul
atau dalam bahasa belanda “Neits Uit Het”.
III.
Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan
kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada)
dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat
yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama
dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud
mencakup:
Sebelum
tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada
pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.
Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang
ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Pada tahun
2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang
digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pada tahun
2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara
langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan
bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali
dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh
226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS)
berjumlah 55 orang, Fraksi Partai
Amanat Nasional (PAN)
berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.
Keputusan
ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai
langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih
dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi
sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama
saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam
pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat)
adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang.
Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak
sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara
langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak
pilihnya tetap ada.
IV.
Partisipasi
Politik Pemuda dalam Pilkada Bekasi
Generasi muda merupakan salah satu
representasi pemilih yang memiliki peran besar dalam mengawal jalannya Pilkada
Bekasi 2017. Pemuda adalah tumpuan masa depan yang berperan besar dalam
momentum menentukan calon pemimpin daerah.
Ahmad Djaelani menilai bahwa konten
politik saat ini belum dikemas sesuai karakteristik anak muda. Selain itu,
penetrasi politik pun belum menyentuh ruang aktivitas anak muda."Citra
politik masih dinilai kotor dan tabu untuk anak muda," ujar Djaelani
seperti siaran pers yang diterima Sabekasi.com.Sejatinya, peran pemuda selalu
dibutuhkan untuk mengisi kebuntuan politik. Ironinya, imbuh Djaelani, pemuda
hari ini masih terlalu elergi dengan dinamika politik lantas menarik diri dari
segala perilaku politik yang ada.“Gagasan kami adalah menjembatani gap realitas
politik yang rumit dengan realitas anak muda yang simpel dan praktis,” jelas
Djaelani.
Djaelani mengungkapkan bahwa gerakan
Kopidasi adalah membangun kesadaran politik pemuda, meningkatkan partisipasi
pemilih, dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.“Outputnya adalah
menjadikan pemilih cerdas dan rasional,” tegasnya.
Adapun, gagasan yang ingin digaungkan
oleh Kopidasi adalah menciptakan ruang eksistensi pemuda, memahami
karakteristik pemuda, dan pelibatan aktif pemuda dalam pelaksanaan demokrasi
elektoral."Program yang diusung oleh Kopidasi adalah untuk membangun
kesadaran anak muda Kabupaten Bekasi tentang pentingnya pilkada, menumbuhkan
rasa ingin terlibat anak muda Bekasi dalam pilkada serta meningkatkan
partisipasi anak muda Kabupaten Bekasi," paparnya.Sementara itu, Ketua KPU
Kabupaten Bekasi, Idham Holik mengapresiasi gagasan yang disampaikan oleh
rekan-rekan Kopidasi.
Apa yang dilakukan oleh Kopidasi,
menurut Idham adalah bentuk partisipasi dan kepedulian pemuda terhadap
politik.Ia pun menghimbau kepada rekan-rekan Kopidasi agar tetap teguh dalam
menjaga independensi. "Pemuda harus memegang teguh idealisme meskipun
terkadang menemui kesunyian," tandasnya. Hadir pada audiensi tersebut,
anggota komisioner KPU Kabupaten Bekasi, Zaki Hilmi, Jajang Wahyudin, dan Novan
Andri Purwansjah. (Fad)
V.
Meningkatnya Sikap Apatis Pemuda Terhadap
Politik Indonesia Sikap Apatis Masyarakat Terhadap Pemilu Meningkat
JAKARTA, (PRLM).- Terus
turunnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum (Pemilu), dirasa sangat
mengkhawatirkan sistem demokrasi. Hal itu menunjukkan meningkatnya sikap apatis
masyarakat terhadap Pemilu dan partai politik (parpol). Oleh karena itu, paket
UU Politik yang tengah dibahas di parlemen harus mengantisipasi hal ini.
Hal tersebut dikatakan
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq ketika
menjadi keynote speech (pembicara kunci) dalam acara Seminar
Refleksi Akhir Tahun 2010 “Perkembangan Politik, Ekonomi, dan Sosial Bangsa
dalam Perspektif Platform PKS” yang diselenggarakan bersama oleh Majelis
Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Fraksi PKS DPR RI, dan Forum Dewan Pakar PKS, di
Hotel Sahid Jakarta, Minggu (26/12).
Hadir dalam acara ini
antara lain Ketua Fraksi PKS DPR , Mustafa Kamal, Ketua Badan Kerja Sama Antar
parlemen (BKSAP) DPRR dari FPKS Hidayat Nurwahid, Sekretaris Jenderal PKS Anis
Matta, dan sejumlah petinggi PKS lainnya. Pembicara dari luar adalah pengamat
poitik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indria Samego, Suzaina Kadir dan
Burhanuddin Muhtadi (menyampaikan pandangan politik).
Sedangkan pandangan di
bidang ekonomi disampaikan pengamat ekonomi Hendri Saparini dan Anggito Abimayu
dengan pembahas Sohibul Iman dari PKS. Refleksi bidang sosial budaya
menampilkan pembicara Fahmi alaydroes, Cecep Effendi dan Fachry Ali.
PKS, kata Luthfi, sangat
konsern dengan berbagai upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
partai politik dan Pemilu. “Karenanya, Paket RUU politik yang bertolak belakang
dengan semangat meningkatkan jumlah pemilih tidak sejalan dengan pemikiran
PKS,” katanya.
Luthfi mengharapkan parpol
yang ada di parlemen melahirkan paket UU Politik yang dapat meningkatkan
kembali jumlah pemilih dalam Pemilu 2014 mendatang. Dalam catatan Lembaga
Survei Indonesia (LSI ) tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum
legislatif (pileg) tahun 1999 adalah 92 persen, pileg tahun 2004 tingkat
partisipasi masyarakat turun menjadi 84 persen, dan dalam pileg 2009 turun lagi
menjadi 71 persen.
Dikatakannya, untuk
menyelematkan demokrasi harus ada upaya dari segenap komponen bangsa dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat. Salah satunya adalah memperbesar tingkat
keterwakilan masyarakat dalam pemilu. “Sistem pemilu mendatang harus lebih
baik, sehingga tingkat keterwakilan masyarakat pemilih benar-benar
diperhatikan. Suara mereka harus benar-benar dihargai,” katanya.
Ia juga mengungkapkan
mengenai perkembangan politik selama tahun 2010. Ia berpandangan, terdapat
kecenderungan monopoli atau dominasi oleh beberapa entitas politik tertentu.
Seolah-olah, pengelolaan negara ini tidak perlu melibatkan komponen bangsa yang
lain.
Sikap semacam itu, kata
Luthfi, bukan hanya kontraproduktif bagi upaya membangun kebersamaan dalam
berbangsa dan bernegara, tetapi juga berarti membiarkan adanya potensi bangsa
yang idle (diam). Sikap itu tidak memunculkan semangat kebersamaan dalam
berbangsa dan bernegara. (A-75/das)***
VI.
Analisis dan Solusi Berdasarkan Permasalahan
Selain
beberapa penyebab utama yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, berdasarkan
analisa berita diatas dapat kita tambahkan alasan munculnya sikap apatis
masyarakat ialah salah satunya rasa tidak percaya masyarakat kerena terdapat
kecenderungan monopoli atau dominasi oleh beberapa entitas politik tertentu
sehingga komponen bangsa yang lain dianggap tidak berpengaruh dalam pengelolaan
negara ini.
Kunci untuk mencegah apatisme yang dapat berujung frustrasi dengan aksi tidak
konvensional yang pertama adalah kepemimpinan. Apatisme politik bisa diatasi
dengan kepemimpinan visioner, ”jujur, adil, tegas”, dan decisive.
Kepemimpinan yang dapat mencegah apatisme dan frustrasi politik adalah kepemimpinan yang bertumpu pada integritas; kepemimpinan yang menyatu antara perkataan dan perbuatan, tidak sekadar berbasa-basi untuk menyenangkan semua orang.
Kepemimpinan yang dapat mencegah apatisme dan frustrasi politik adalah kepemimpinan yang bertumpu pada integritas; kepemimpinan yang menyatu antara perkataan dan perbuatan, tidak sekadar berbasa-basi untuk menyenangkan semua orang.
Selain itu sebagai generasi muda / pemuda Indonesia kita harus menyadari bahwa
momentum politik dapat dijadikan sebagai momentum konsolidasi berbagai
organisasi kerakyatan untuk mendorong proposal besar (altenatif) yang tentunya
berbasis kerakyatan.
Pemerintahan terpilih harus
membangun komunikasi dengan organisasi-organisasi kerakyatan, agar kemudian
dukungan pemuda dan organisasi kerakyatan lainya bukan dukungan yang sebatas
pada momentual saja, tetapi kemudian rakyat menjadi protagonist yang terus
mengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah jika ada yang telah melenceng
dari cita-cita program dan gagasan saat momentum politik. Jika ini terlaksana
dalam momentum politik didaerah maka kita membangun system pemerintahan yang
anti birokratisme dan membangun pemerintahan kerakyatan dengan mempraktekan
demokrasi yang seluas-luasnya.
VII.
Kesimpulan
Masa depan suatu bangsa
terletak di tangan pemuda atau generasi mudanya sebab merekalah yang akan
menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa. Oleh karena itu,
generasi muda perlu diberi bekal berupa ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
tuntutan zaman, serta tetap menjaga budaya bangsanya.
Pembangunan tidak akan
berjalan dengan lancar, bila manusia-manusianya tidak mau giat bekerja. Oleh
karena itu, pada hakikatnya pembangunan adalah penggantian yang lama dengan
yang baru, yang telah diperhitungkan dengan keadaan sekitarnya, maka mahasiswa selaku generasi muda
berkewajiban untuk ikut serta dalam derap pembangunan.
VIII.
SARAN
Selaku generasi penerus
bangsa, marilah kita berbuat dan selalu berbuat yang terbaik untuk bangsa kita. “Jangan
tanyakan apa yang akan Negara berikan padamu, tapi tanyakan APA yang akan kamu
berikan pada Bangsamu” . “Kesempatan itu tidak ditunggu, tapi Diciptakan”, semua kesempatan itu
hanya bisa diwujudkan melalui kreativitas dan inovasi dari generasi muda bangsa
yang secara sadar menimba segala kemajuan ilmu dan teknologi, bagi bangsa,
agama, keluarga dan dirinya sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar