Jumat, 13 Januari 2017

Partisipasi Politik Pemuda Dalam Pilkada Bekasi

Partisipasi Politik Pemuda Dalam Pilkada Bekasi

I.            Permasalahan Pemuda
Princeton mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai “the time of life between childhood and maturity; early maturity; the state of being young or immature or inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young person”.
Sedangkan dalam kerangka usia, WHO menggolongkan usia 10 – 24 tahun sebagai young people, sedangkan remaja atau adolescence dalam golongan usia 10 -19 tahun. Jadi pemuda identik sebagai sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dsb.
Kelemahan mecolok dari seorang pemuda adalah kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri.
Secara umum, beberapa permasalahan yang mungkin dialami oleh Pemuda di Indonesia dapat kita uraikan sebagai berikut:
           ·         Penurunan jiwa idealisme, nasionalisme, dan patriotisme
           ·         Keragu-raguan dalam menentukan jalan yang akan diambil (mengambil keputusan)
           ·         Pergaulan bebas, dan kenakalan remaja
           ·         Penyalah gunaan obat obat terlarang
           ·         Kebutuhan akan figur teladan
           ·         Sikap apatis 
           ·         Kecemasan dan kurangnya hargadiri
           ·         Ketidakmampuan untuk terlibat

II.            Menurunnya rasa idealisme, nasionalisme, patriotisme dan kemunculan sifat apatis Pemuda Indonesia
Apatisme adalah kata serapan dari Bahasa Inggris, yaitu apathy. Kata tersebut diadaptasi dari Bahasa Yunani, yaitu apathes yang secara harfiah berarti tanpa perasaan.
Definisi apatisme, yaitu hilangnya simpati, ketertarikan, dan antusiasme terhadap suatu objek. Apatisme Politik muncul karena meningkatnya Kelelahan Politik (Political Fatique).
Penyebab utamanya adalah tidak terselesaikannya berbagai kasus yang pernah mendapat perhatian dan sorotan publik : misalnya skandal Bank Century, kasus manipulasi pajak Gayus Tambunan, dan juga kasus kekerasan terhadap aktivis IndonesiaCorruption Watch. Atau dengan kata lain Gone With The Wind (Berlalu Bersama Angin). Penyebab lainnya yaitu politik dibangun dengan modal dengkul atau dalam bahasa belanda “Neits Uit Het”.


III.            Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
·         Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
·         Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
·         Wali kota dan wakil wali kota untuk kota
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.
Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.

IV.            Partisipasi Politik Pemuda dalam Pilkada Bekasi
Generasi muda merupakan salah satu representasi pemilih yang memiliki peran besar dalam mengawal jalannya Pilkada Bekasi 2017. Pemuda adalah tumpuan masa depan yang berperan besar dalam momentum  menentukan calon pemimpin daerah.
Ahmad Djaelani menilai bahwa konten politik saat ini belum dikemas sesuai karakteristik anak muda. Selain itu, penetrasi politik pun belum menyentuh ruang aktivitas anak muda."Citra politik masih dinilai kotor dan tabu untuk anak muda," ujar Djaelani seperti siaran pers yang diterima Sabekasi.com.Sejatinya, peran pemuda selalu dibutuhkan untuk mengisi kebuntuan politik. Ironinya, imbuh Djaelani, pemuda hari ini masih terlalu elergi dengan dinamika politik lantas menarik diri dari segala perilaku politik yang ada.“Gagasan kami adalah menjembatani gap realitas politik yang rumit dengan realitas anak muda yang simpel dan praktis,” jelas Djaelani.
Djaelani mengungkapkan bahwa gerakan Kopidasi adalah membangun kesadaran politik pemuda, meningkatkan partisipasi pemilih, dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.“Outputnya adalah menjadikan pemilih cerdas dan rasional,” tegasnya.
Adapun, gagasan yang ingin digaungkan oleh Kopidasi adalah menciptakan ruang eksistensi pemuda, memahami karakteristik pemuda, dan pelibatan aktif pemuda dalam pelaksanaan demokrasi elektoral."Program yang diusung oleh Kopidasi adalah untuk membangun kesadaran anak muda Kabupaten Bekasi tentang pentingnya pilkada, menumbuhkan rasa ingin terlibat anak muda Bekasi dalam pilkada serta meningkatkan partisipasi anak muda Kabupaten Bekasi," paparnya.Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Bekasi, Idham Holik mengapresiasi gagasan yang disampaikan oleh rekan-rekan Kopidasi.
Apa yang dilakukan oleh Kopidasi, menurut Idham adalah bentuk partisipasi dan kepedulian pemuda terhadap politik.Ia pun menghimbau kepada rekan-rekan Kopidasi agar tetap teguh dalam menjaga independensi. "Pemuda harus memegang teguh idealisme meskipun terkadang menemui kesunyian," tandasnya. Hadir pada audiensi tersebut, anggota komisioner KPU Kabupaten Bekasi, Zaki Hilmi, Jajang Wahyudin, dan Novan Andri Purwansjah. (Fad)
V.            Meningkatnya Sikap Apatis Pemuda Terhadap Politik Indonesia Sikap Apatis Masyarakat Terhadap Pemilu Meningkat
JAKARTA, (PRLM).- Terus turunnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum (Pemilu), dirasa sangat mengkhawatirkan sistem demokrasi. Hal itu menunjukkan meningkatnya sikap apatis masyarakat terhadap Pemilu dan partai politik (parpol). Oleh karena itu, paket UU Politik yang tengah dibahas di parlemen harus mengantisipasi hal ini.
Hal tersebut dikatakan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq ketika menjadi keynote speech (pembicara kunci) dalam acara Seminar Refleksi Akhir Tahun 2010 “Perkembangan Politik, Ekonomi, dan Sosial Bangsa dalam Perspektif Platform PKS” yang diselenggarakan bersama oleh Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Fraksi PKS DPR RI, dan Forum Dewan Pakar PKS, di Hotel Sahid Jakarta, Minggu (26/12).
Hadir dalam acara ini antara lain Ketua Fraksi PKS DPR , Mustafa Kamal, Ketua Badan Kerja Sama Antar parlemen (BKSAP) DPRR dari FPKS Hidayat Nurwahid, Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta, dan sejumlah petinggi PKS lainnya. Pembicara dari luar adalah pengamat poitik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indria Samego, Suzaina Kadir dan Burhanuddin Muhtadi (menyampaikan pandangan politik).
Sedangkan pandangan di bidang ekonomi disampaikan pengamat ekonomi Hendri Saparini dan Anggito Abimayu dengan pembahas Sohibul Iman dari PKS. Refleksi bidang sosial budaya menampilkan pembicara Fahmi alaydroes, Cecep Effendi dan Fachry Ali.
PKS, kata Luthfi, sangat konsern dengan berbagai upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan Pemilu. “Karenanya, Paket RUU politik yang bertolak belakang dengan semangat meningkatkan jumlah pemilih tidak sejalan dengan pemikiran PKS,” katanya.
Luthfi mengharapkan parpol yang ada di parlemen melahirkan paket UU Politik yang dapat meningkatkan kembali jumlah pemilih dalam Pemilu 2014 mendatang. Dalam catatan Lembaga Survei Indonesia (LSI ) tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum legislatif (pileg) tahun 1999 adalah 92 persen, pileg tahun 2004 tingkat partisipasi masyarakat turun menjadi 84 persen, dan dalam pileg 2009 turun lagi menjadi 71 persen.
Dikatakannya, untuk menyelematkan demokrasi harus ada upaya dari segenap komponen bangsa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Salah satunya adalah memperbesar tingkat keterwakilan masyarakat dalam pemilu. “Sistem pemilu mendatang harus lebih baik, sehingga tingkat keterwakilan masyarakat pemilih benar-benar diperhatikan. Suara mereka harus benar-benar dihargai,” katanya.
Ia juga mengungkapkan mengenai perkembangan politik selama tahun 2010. Ia berpandangan, terdapat kecenderungan monopoli atau dominasi oleh beberapa entitas politik tertentu. Seolah-olah, pengelolaan negara ini tidak perlu melibatkan komponen bangsa yang lain.
Sikap semacam itu, kata Luthfi, bukan hanya kontraproduktif bagi upaya membangun kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara, tetapi juga berarti membiarkan adanya potensi bangsa yang idle (diam). Sikap itu tidak memunculkan semangat kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara. (A-75/das)***
VI.            Analisis dan Solusi Berdasarkan Permasalahan
            Selain beberapa penyebab utama yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, berdasarkan analisa berita diatas dapat kita tambahkan alasan munculnya sikap apatis masyarakat ialah salah satunya rasa tidak percaya masyarakat kerena terdapat kecenderungan monopoli atau dominasi oleh beberapa entitas politik tertentu sehingga komponen bangsa yang lain dianggap tidak berpengaruh dalam pengelolaan negara ini.
            Kunci untuk mencegah apatisme yang dapat berujung frustrasi dengan aksi tidak konvensional yang pertama adalah kepemimpinan. Apatisme politik bisa diatasi dengan kepemimpinan visioner, ”jujur, adil, tegas”, dan decisive.
Kepemimpinan yang dapat mencegah apatisme dan frustrasi politik adalah kepemimpinan yang bertumpu pada integritas; kepemimpinan yang menyatu antara perkataan dan perbuatan, tidak sekadar berbasa-basi untuk menyenangkan semua orang.
            Selain itu sebagai generasi muda / pemuda Indonesia kita harus menyadari bahwa momentum politik dapat dijadikan sebagai momentum konsolidasi berbagai organisasi kerakyatan untuk mendorong proposal besar (altenatif) yang tentunya berbasis kerakyatan.
Pemerintahan terpilih harus membangun komunikasi dengan organisasi-organisasi kerakyatan, agar kemudian dukungan pemuda dan organisasi kerakyatan lainya bukan dukungan yang sebatas pada momentual saja, tetapi kemudian rakyat menjadi protagonist yang terus mengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah jika ada yang telah melenceng dari cita-cita program dan gagasan saat momentum politik. Jika ini terlaksana dalam momentum politik didaerah maka kita membangun system pemerintahan yang anti birokratisme dan membangun pemerintahan kerakyatan dengan mempraktekan demokrasi yang seluas-luasnya.
VII.            Kesimpulan
Masa depan suatu bangsa terletak di tangan pemuda atau generasi mudanya sebab merekalah yang akan menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa. Oleh karena itu, generasi muda perlu diberi bekal berupa ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan zaman, serta tetap menjaga budaya bangsanya.
Pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar, bila manusia-manusianya tidak mau giat bekerja. Oleh karena itu, pada hakikatnya pembangunan adalah penggantian yang lama dengan yang baru, yang telah diperhitungkan dengan keadaan sekitarnya, maka mahasiswa selaku generasi muda berkewajiban untuk ikut serta dalam derap pembangunan
VIII.            SARAN
Selaku generasi penerus bangsa, marilah kita berbuat dan selalu berbuat yang terbaik untuk bangsa kita. “Jangan tanyakan apa yang akan Negara berikan padamu, tapi tanyakan APA yang akan kamu berikan pada Bangsamu” . “Kesempatan itu tidak ditunggu, tapi Diciptakan”, semua kesempatan itu hanya bisa diwujudkan melalui kreativitas dan inovasi dari generasi muda bangsa yang secara sadar menimba segala kemajuan ilmu dan teknologi, bagi bangsa, agama, keluarga dan dirinya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bioinformatika

            Istilah  bioinformatics  mulai dikemukakan pada pertengahan era  1980-an  untuk mengacu pada penerapan  komputer  dalam biolog...